NIKAH MUT’AH DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT MODERN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap kejadian
di muka bumi ini pasti memiliki sejarah yang melatar-belakangi kejadian
tersebut. Sejarah berperan penting dalam
suatu kejadian, karena dari sejarah kita bisa mengetahui bagaimana awal mula terjadinya,
mengapa awal terjadinya, kapan awal mula terjadinya, dan seterusnya dapat kita
ketahui dari sejarah. Sejarah juga berperan penting dalam menyelesaikan suatu persoalan
yang ada saat ini, karena sejarah tidak pernah berbohong apalagi salah. Jika seandainya
sejarah itu salah, mungkin karena dipengaruhi pihak-pihak yang menginginkan
sejarah itu berubah, atau salah dalam meneliti sejarah, atau karena sejarah itu
hasil dari karya pihak-pihak yang sengaja menginginkan sejarah itu dapat
terjadi sehingga mendukung dalam urusannya dan kepentingannya. Yang terpenting yang
harus kita ketahui yaitu sejarah itu lahir apa adanya sebagai suratan takdir Sang Maha Kuasa.
Setelah kita
megetahui peranan sejarah. Kita sebagai kaum generasi muda yang sadar hukum hendaknya
senang dan bersemangat dalam mempelajari sejarah. Karena dengan kita belajar
sejarah maka kita dapat merujuk suatu masalah kepada sejarah sebagai sumber
penyelesaian masalah hukum. Selain itu sejarah sangat menantang untuk dibahas
karena memiliki banyak jenis dan macamnya. Mulai dari sejarah terbentukya bumi,
sejarah perkembangan manusia, sejarah peperangan yang dahulu pernah terjadi,
atau sejarah kejadian-kejadian penting dalam kehidupan bermasyarakat. Namun
yang akan saya bahas pada makalah review saya ini bukan itu semua, tetapi
sejarah yang akan saya bahas adalah sejarah peradaban Islam pada masa Nabi.
Sejarah yang
akan saya bahas pada review ini sangatlah unik. Karena saya akan mencoba
relevansikan sejarah dengan persoalan yang ada pada zaman era modernisasi atau
yang sering disebut zaman kekinian. Namun bukan berati semua sejarah peradaban
Islam akan saya bahas pada review ini. Melainkan akan saya khusus kan, karena sejarah
peradaban Islam sangat lah luas untuk dibahas.
Sejarah peradaban Islam yang akan saya bahas
adalah tentang tradisi lokal bangsa Arab pra-Islam yang dihapus oleh syariat Islam. Alasan
dihapusnya tradisi ini karena untuk menjaga kemaslahatan umat ke arah hidup yang lebih baik. Karena inilah tujuan dari hakekat syariat
Islam sejak awal diturunkan, yaitu untuk mencari jalan keluar yang lebih baik
dalam rangka mempertahankan kebaikan manusia dalam kehidupannya.[1]Ada
banyak contoh dari Tradisi bangsa Arab yang dihapus oleh syariat Islam, misalnya
seperti tradisi menikah dengan ibu tiri, tradisi menikahi wanita pekerja seks
komersial, wali yang mengambil mahar dari pernikahan anak perempuannya, dan
tradisi nikah mut’ah.[2] Namun
pada tugas review saya, saya akan mengambil satu contoh tradisi bangsa Arab saja,
tradisi yang menurut saya sangat menarik untuk dibahas. Karena tradisi ini
menurut sumber berita masih ada keberlangsungannya hingga di zaman modern saat
ini dan masih menjadi perdebatan yang sengit bagi golongan yang
memperdebatkannya. Tardisi itu adalah tradisi nikah mut’ah. Sebagai awalan
untuk memperjelas pengertian nikah
mut’ah merupakan pernikahan sementara yang disepakati antara dua belah pihak.[3]
Yang harus di perhatikan pada pengertian tersebut adalah pada kata “pernikahan sementara”. Dari kata
tersebut saja, bukankah pasti sudah mengundang pertanyaan dibenak para pembaca
yang sebelumnya memang belum pernah mengenal tentang tardisi nikah mut’ah ini?
Mengapa saya
mengambil judul tradisi nikah mut’ah pada tugas review saya? Karena menurut
saya, tradisi ini masih menjadi salah
satu berita yang cukup menarik perhatian saya, sebab tradisi ini masih menjadi perdebatan
dikalangan kaum Syiah Imamiyah (pro) dan kaum yang kontra terhadap nikah mut’ah
hingga saat ini. Sehinga membuat hasrat saya yang haus akan ilmu pengetahuan
ini terpanggil untuk menggali masalah tradisi nikah mut’ah lebih dalam lagi. Namun
yang dititik beratkan oleh saya bukanlah mengapa mereka berdebat, melainkan apakah
yang sedang mereka perdebatkan.
Apa langkah
pertama yang harus dilakukan? Langkah yang pertama yaitu, saya akan mencari
tahu tradisi nikah mut’ah ini dari sejarah awal kemunculannya.
Apa tindakan
selanjutnya jika sudah mengetahui tradisi nikah mut’ah dari sejarahnya? Tentunya saya akan mencari bukti
praktik-praktik nikah mut’ah di zaman modern saat ini melalui media-media yang
memiliki peran terhadap sumber informasi teraktual dan terfaktual.
Kemudian setelah
didapatkan bukti jika praktik nikah mut’ah ini masih ada atau tidak ada, apa
langkah selanjutnya yang akan dilakukan? Yang akan saya lakukan adalah
mengidentifikasi praktik tersebut jika seandainya praktik tersebut masih ada.
Dengan cara apa melakukan
pengidentifikasian praktik tersebut? Dengan cara mengetahui dampak dari praktik
nikah mut’ah ini di zaman modern saat ini. Apakah dominan berdampak positif
atau kah negatif.
Setelah didapati
dampaknya, inilah finalnya, akan diketahui dan bisa dipahahami akan merugikan
atau menguntungkan apabila tradisi ini masih diterapkan di zaman modern saat
ini? jawabannya ada pada pembahasan berikutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
perkembangan tradisi nikah muta’ah pada masyarakat modern saat ini?
2. Apakah
dampak dari tradisi nikah mut’ah terhadap kehidupan sosial masyarakat modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Nikah Mut’ah
Jika kita tengok
lagi kebelakang sejarah nikah mut’ah pada masa Rasulullah SAW, ketika itu
masyarakat jahiliyah terutama kaum pria tidak pernah memberikan kepada wanita
hak-haknya sebagaimana mestinya, karena wanita ketika itu lebih dianggap
sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya saja. Bukankah dapat kita ketahui
betapa ajaran Islam menginginkan agar para wanita dapat diberikan hak-hak
sebagaimana mestinya.
Pada masa
Rasulullah SAW tradisi nikah mut’ah pernah mengkristal sebagai isu sentral dan
banyak dilakoni oleh para sahabat. Nikah
mut’ah ini dahulunya berasal dari tradisi bangsa Arab atau kebiasaan
kabilah-kabilah Arab ketika mereka sedang jauh dari istri-istri mereka karena
peperangan.[4]
Sebab lain karena mayoritas tentara Islam pada masa itu adalah golongan pemuda,
yakni pria lajang yang tak sempat mengikat dirinya dengan ikatan benang kasih
di bawah atap pernikahan.[5]
Alasan mengapa
bangsa Arab dahulu memiliki tradisi nikah mut’ah ini adalah karena kebiasaan
atau perilaku orang Arab yang selalu ingin memenuhi keinginan-keinginan yang
menyenangkan, dalam berbagai waktu dan keadaan, baik ketika berada di kampung
halaman atau dalam masa musafir, ketika di rumah atau atau di luar rumah, saat
sendirian maupun di tengah orang ramai.[6]
Selain itu, tentara Islam hanyalah manusia biasa, bersama gelora darah jihadnya
di padang pasir untuk menancapkan syiar Islam, gelora birahi mereka sebagai
gejala fitrah insani juga ikut menggejolak menuntut untuk segera dipenuhi.
Mereka hendak mencoba memasung goncangan syahwat itu dengan melakukan puasa.
Tetapi karena mereka harus melakukan kontak senjata dengan tentara musuh, maka
puasa bukanlah solusi efektif untuk meredam hasrat jiwa yang menyiksa, karena
fisik mereka menjadi lemah. Kondisi ini yang kemudian mengantar ide
diisyaatkannya nikah mut’ah atau mahsyur disebut “kawin kontrak”.[7]
Rasulullah Saw.
Mengisyaratkan nikah mut’ah karena memiliki pandangan lebih jauh, pemikiran
yang luas, berpendapat bahwa tradisi kebiasaan nikah mutah seperti itu belum
bisa dihilangkan oleh para sahabat, karena jika diharamkan seketika maka akan
menimbulkan kegoncangan, hidup yang susah, hati yang sempit, dan ketidak
tenangan. Bahkan lebih jauh lagi, larangan nikah mutah dapat menyebabkan hilang
semangat dalam berjuang, hilang konsentrasi dan lari dari medan perang. Jadi
sikap melarang dalam konteks waktu itu tidak mecerminkan pandangan yang cerdas,
sikap yang dewasa, dan pemahaman yang komprehensif. Pertimbangan lainnya juga
tentu ada, yaitu daripada membuat keputusan melarang nikah mut’ah yang dapat
menimbulkan kegoncangan dan ketidakstabilan, maka kebijakan membolehkannya
adalah lebih tepat, karena kepentingan menjaga keberadaan dan kekuatan Dinasty
Quraisy (Pemerintahan Madinah) harus lebih didahulukan dan lebih disukai,
demikian pula perkembangan agama baru juga mesti dipelihara dan ditingkatkan.
Oleh karena itulah Nabi Saw. membolehkan para sahabat yang melakukan nikah
mut’ah dan membiarkan mereka meneruskan tradisi demikian.[8]
Memang nikah
mut’ah pada awal Islam hukumnya mubah atau dibolehkan. Dalam hadis pun dijelaskan
bahwa Nabi pernah mengizinkannya pada suatu peperangan dan sahabat dalam kondisi berat membujang (meninggalkan istri
berbulan-bulan), namun kemudian diterapkan secara pasti bahwa beliau melarang
pernikahan mut’ah dan me-nasakh (menghapus) kebolehannya. Larangan
kemudian ini melalui periwayatan yang mencapai tingkat mutawatir. Beliau
melarang nikah mut’ah ini terjadi sampai enam kali dalam enam peristiwa untuk
memperkuat penghapusan tersebut.[9] Tepatnya
ketika melakuakan pembebasan kota Mekah pada tahun 8 Hijriyah atau 630 Masehi.[10] Nikah
ini pun menjadi haram hingga hari kiamat. Demikianlah yang menjadi pegangan
jumhur (mayoritas) sahabat, tabi’in dan para ulama madzhab. Dari Sabroh Al
Juhaniy radihiyallahu,[11]
ia berkata:
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat
Fathul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan
Makkah, beliau pun telah melarang kami
dari bentuk nikah tersebut.[12]
Selain Jumhur, mayoritas umat dari
kalangan fuqaha’ berpendapat batal dan tidak sahnya nikah mut’ah. Tidak ada
yang berbeda pendapat tersebut kecuali Syiah Imamiyah yang masih
memperbolehkannya. Kaum Syiah Imamiyah memperbolehkan nikah mut’ah dengan
beberapa dalil, tetapi saya hanya menyebutkan satu saja yaitu:
maka istri-istri yang telah
kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya
(dengan sempurna).[13]
Kaum Syiah Imaamiyah
mempercayai bahwa dalil tersebut yang termasuk salah satu firman Allah Swt.
adalah diturunkan berkenaan dengan nikah mut’ah. Jadi ia mengartikan ayat di atas sebagai
berikut, “maka barang siapa yang melakukan akad mut’ah dengan mereka
(perempuan-perempuan baik) maka berikanlah mahar untuknya.[14]
Entah bagaimana
bisa kaum Syiah Imamiyah memandang firman Allah tersebut dengan tafsiran mereka
sendiri. Padahal jelas-jelas manusia yang telah di percayai oleh Allah Swt.
yaitu Nabi Muhammad Saw. telah melarang tradisi tersebut dengan alasan
mengkontekstualitaskan firman-firman Allah atau dengan menyesuaikannya dengan
kebudayaan yang berkembang di Arab padamasa itu. Karena inilah
tujuan dari hakekat syariat Islam sejak awal diturunkan, yaitu untuk mencari
jalan keluar yang lebih baik dalam rangka mempertahankan kebaikan manusia dalam
kehidupannya.[15]
Perdebatan antara kaum Syiah
Imamiyah dan kaum yang kontra terhadap tradisi nikah mut’ah masih berlangsung
hingga sekarang, dan entah sampai kapan perdebatan ini berakhir dan muncul
titik terang dari jawaban kebenaran tentang tradisi nikah mut’ah ini. Namun
yang pasti perdebatan ini dimulai pada masa kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.
Dan yang telah menjadi kesepakatan sejarah untuk melarang praktik nikah mut’ah ini
adalah pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab.[16]
B.
Praktik
Nikah Mut’ah di Zaman Modern
Manusia di zaman
modern saat ini tak jarang yang hanya mengandalkan kerasionalitasan sebagai
acuan atau pedoman. Senang berlogika namun seolah buta terhadap sumber dan
sejarah yang pernah ada. Dampaknya manusia banyak yang terjebak di dalam suatu
persoalan yang pernah sempat terjadi di masa lalu. Namun persoalan tersebut tetap
di pertahankan dengan alasan kerasionalitasan. Padahal yang sebenarnya adalah karena
tak tau atau tak mau tau akan persolan yang pernah terjadi di masa lalu
tersebut. Ada juga manusia yang hanya melihat hukum dari satu sisi, tanpa
melihat sisi lain. Padahal di balik sisi lain ada hukum yang sudah di benarkan
dan diakui kebenarannya. Dampaknya manusia tersebut terjebak pula pada
persoalan hukum yang berkaitan dengan hukum yang lainnya. Akibatnya persoalan
tersebut tetap dilakukan, mengingat karena tidak tau atau tak mau tau akan sisi
hukum yang lain yang ternyata sudah dibenarkan. Itulah yang dimaksud dari “senang
berlogika namun seolah buta pada sumber dan sejarah.”
Di masyarakat
saat ini masih ada sebagian kecil yang menganggap nikah mut’ah sebagai hal yang
biasa dan dilegalkan, karena mengingat sejarah pernah membolehkan melakukan
nikah mut’ah pada masa itu. Pola pikir manusia ini menganggap bahwa selama
masih ada kata menikah, maka itu termasuk hal yang tak dilarang oleh agama.
Padahal titik permasalahannya bukan pada kata menikahnya, melainkan pada
perbuatannya yang bisa menurunkan derajat kaum wanita. Selain itu ada pula
muncul pemikiran bahwa jika seseorang ingin melampiaskan hasrat biologisnya
daripada berbuat zina dengan wanita pilihanya yang sudah jelas di larang oleh
agama, lebih baik menikahinya saja. Inilah yang dimaksud kan penulis pada
paragraf sebelumnya.
Seiring
berkembangnya zaman, nama nikah mut’ah menjadi samar-samar dikalangan
masyarakat. Tetapi bukan berarti tradisi ini hilang begitu saja. Tradisi ini justru
muncul dengan julukan baru yaitu kawin
kontrak. Disini penulis akan menunjukan beberapa praktik nikah mut’ah yang
terjadi pada zaman modern saat ini khususnya di Indonesia, antara lain:
1. Musim
Arab, di daerah kawasan Puncak, Cisarua, Bogor.
Beberapa tahun belakangan pada
bulan Mei kawasan Puncak, Cisarua Bogor, banyak didatangi oleh wisatawan mancanegara
yang berasal dari Timur Tengah. Kedatangan mereka kesana bukan untuk berwisata,
melainkan untuk memenuhi hasrat biologisnya mereka. Karena di daerah ini pada
bulan mei khususnya, penduduk setempat menyediakan tempat prostitusi
terselubung “kawin kontrak” untuk wisatawan Timur Tengah tersebut. Tak jarang
ada yang membawa pasangan kawin kontraknya ke negara asalnya yaitu Jazirah
Arab. Di sana pasangan mereka tetap di manja layaknya istri sah mereka.
Kemudian setelah beberapa bulan pasangan mereka dikembalikan ke negara asalnya
Indonesia. Setelah itu mereka hilang kontak begitu saja tanpa ada kata-kata
yang menerangkan akan perceraian atau semacamnya.[17]
2. Kawin
kontrak khas Jepara, di daerah Jepara, Jawa Tengah
Di daerah jepara ini penerapan atau
sistem kawin kontrakanya sangatlah khas, yaitu berbeda dengan yang lain. Karena
berbeda dengan yang ada kawasan Puncak, Cisarua, Bogor pula. Jika di kawasan Puncak
pelaku kawin kontrak berasal dari Timur Tengah. Tetapi di Jepara pelakunya
berasal dari Eropa atau disana akrab disebut dengan “londo”. Kemudian ada
prosesi perkenalan antara calon mempelai pria dengan keluarga wanita lokal. Ada
juga sistem meng-Islam-kan pelaku kawin kontrak yang berasal dari Eropa yang
memang bukan dari agama Islam sebelumnya. Tetapi kawin kontrak di daerah Jepara
ini tidak lah sebentar waktunya. Waktunya lumayan lama mulai dari 2 tahun
hingga 10 tahun. Semua sistem yang digunakan di daerah ini layaknya nikah sirri
(yang tidak dicatat di KUA), namun hal itu bukanlah sebuah perkawinan yang
dibenarkan dalam Islam karena tujuan kawin kontrak ini berbeda dengan tujuan
perkawinan yang di maksud dalam Islam.[18]
3. Kawin
kontrak di daerah Indramayu, Jawa Barat
Korban kawin kontrak di daerah ini
adalah korban yang tidak sewajarnya dan bisa dikatakan belum pantas untuk
melakukan kegiatan prostitusi terselubung ini. Karena korbannya adalah
perempuan berusia di bawah umur 17 tahun atau bisa dikategorikan masih remaja. Kegiatan
prostitusi terselubung ini di latarbelakangi dengan dalih keinginan untuk
membantu perekonomi keluarga dan ditambah
karena maraknya kawin kontrak di lingkungan sekitar, sehingga mengharuskan si
korban untuk berbuat demikian. Fakta selanjutnya ternyata korban dari kawin
kontrak di daerah ini hampir rata pernah melakukan praktik tersebut hingga
lebih dari satu kali jumlahnya, dan dimulai sejak ketika korban masih berada di
bangku Sekolah Menegah Pertama.[19]
C. Dampak
Nikah Mut’ah
Setelah diatas
dibahas tentang beberapa praktik-prakik nikah mut’ah di zaman modern saat ini,
apa yang ada dipikiran pembaca? merasa
miris bukan? Ternyata ada di suatu daerah yang korbanya hampir rata masih
remaja. Coba bayangkan bagaimana nasib
mereka dimasa depan?
Maka dari itu langkah selanjutnya saya akan
membahas tentang dampak negatif dan positifnya nikah mut’ah. Tetapi setelah
saya pertimbangkan dampak nikah mut’ah tidak ada positifnya. Jadi, saya hanya
menuliskan dampak negatifnya saja, antara lain:
1.
Banyak didapati kasusnya adalah beredar
penyakit kelamin semacam spilis, raja singa dan sejenisnya di kalangan mereka
yang menghalalkannya.
2.
Merusak garis nasib manusia. Manusia
dalam nikah mut’ah suami tidak menceraikan istri sebelum masa kontrak selesai,
namun ia (laki-laki) bisa menghadiahkan waktu mut’ahnya kepada laki-laki lain
tanpa persetujuan istri.
3.
Berpeluang di salah gunakan dan hanya
sebagai pelampiasan hawa nafsu seksual belaka.
4.
Merendahkan harkat perempuan karena
perempuan dipandang sebagai obyek seksual kaum pria belaka.[20]
5.
Merusak generasi masa depan bangsa ini,
apabila korbanya masih remaja.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak bisa kita
pungkiri bahwa praktik nikah mutah pada zaman modern saat ini ternyata masih
ada, bahkan dengan gaya barunya tradisi ini berkembang begitu pesat dibalik
kebenaran-kebenaran yang telah berkembang pula.
Memang tradisi nikah mut’ah namanya jarang kita dengar di zaman
sekarang seperti hilang begitu saja.
Tetapi bukan berarti tradisi ini hilang begitu saja seperti namanya, justru
tradisi ini berkembang dengan nama yang berbeda, yaitu “kawin kontrak”.
Contohnya seperti di darah Kawasan Puncak Cisarua Bogor, Jepara dan Indramayu.
Dampak
yang akan ditimbulkan apabila tradisi ini semakin berkembang karena kekeliruan masyarakat
yang menganggap tradisi ini benar, adalah akan timbul kehancuran umat, yang
disebabkan munculnya penyakit-penyakit kelamin seperti raja singa, spilis, HIV,
dll. Selain itu, kedudukan wanita akan kembali ke zaman dimana derajatnya
wanita lebih rendah dari pria. Ini berarti sama saja dunia akan kembali ke
zaman jahiliyah, dalam arti sama saja peradaban dunia mengalami kemunduran. Karena
kesalahan akhlak manusia di zaman sekarang yang salah dalam mengartikan syariat
Islam karena memandang Al-quran dengan cara tekstualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf as-Subki, Ali. 2012. Fiqh
keluarga. Jakarta: Amzah.
Mahmudah, Siti. 2016.
Historisitas Syariah. Yogyakarta:
Lkis.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. 2011. Fiqh
Munakahat. Jakarta: Amzah.
www.netralitas.com/kolom/read/3464/bulan-mei-turis-arab-mulai-serbu-puncak, diakses pada
tanggal 15 Desember 2016.
https://m.eramuslim.com/peradaban/pemikiran-islam/ustadz-hartono-ahmad-jaiz-fenomena-pelanggaran-syari-at-kawin-kontrak-khas-jepara.htm,
diakses pada tanggal 15 Desember 2016.
www.psychologymania.com/2013/08/sejarah-nikah-mutah-pada-masa_5663.
html?m=1, diakses pada tanggal 31 Desember
2016.
https://cintakajiansunnah.wordpress.com/tag/dampak-negatif-dari-nikah-mutah/, diakses pada tanggal 1 januari 2017.
http://quran-hadis.com/tafsir-syiah/, diakses pada tanggal 1 Januari 2017.
Berita televisi, acara Modus, saluran I News TV, disiarkan pada
tanggal 22 Desember 2016. Pukul 22:10
WIB.
[1] Siti Mahmudah, Historisitas Syariah
(Yogyakarta: Lkis, 2016), hlm.139.
[2] Ibid, hlm.140-144.
[3] Ali Yusuf as-Subki, Fiqh keluarga (Jakarta: Amzah, 2012),
hlm. 134.
[4] Ibid.
[5] www.psychologymania.com/2013/08/sejarah-nikah-mutah-pada-masa_5663.html?m=1, diakses pada
tanggal 31 Desember 2016.
[6] Siti Mahmudah, Op. Cit, hlm. 144.
[8] Khalil, al-Nas
al-Mu’assas..., cet. Ke-2, II:84. Dalam buku Siti Mahmudah, Historisitas
Syariah, hlm. 146
[9] Muhammad Abi
Zahrah, Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Qism Az-Zawaj. Dalam buku Abdul Aziz
Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat (Jakarta:
Amzah, 2011), hlm. 81.
[11] Ibid.
[12] HR. Muslim no.
1406.
[13] Q.S. An-Nisa
[4]: 24.
[14] http://quran-hadis.com/tafsir-syiah/, diakses pada
tanggal 1 Januari 2017.
[15] Siti Mahmudah, loc. Cit.
[17]
www.netralitas.com/kolom/read/3464/bulan-mei-turis-arab-mulai-serbu-puncak,
diakses pada tanggal 15 Desember 2016.
[18] https://m.eramuslim.com/peradaban/pemikiran-islam/ustadz-hartono-ahmad-jaiz-fenomena-pelanggaran-syari-at-kawin-kontrak-khas-jepara.htm,
diakses pada tanggal 15 Desember 2016.
[19] Berita
televisi, acara Modus, saluran I News TV, disiarkan pada tanggal 22 Desember
2016. Pukul 22:10 WIB.
[20] https://cintakajiansunnah.wordpress.com/tag/dampak-negatif-dari-nikah-mutah/, diakses pada
tanggal 1 januari 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar