Sabtu, 18 Februari 2017

Makalah Sejarah Peradaban Islam tentang NIKAH MUT’AH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT MODERN



NIKAH MUT’AH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT MODERN



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Setiap kejadian di muka bumi ini pasti memiliki sejarah yang melatar-belakangi kejadian tersebut.  Sejarah berperan penting dalam suatu kejadian, karena dari sejarah kita bisa mengetahui bagaimana awal mula terjadinya, mengapa awal terjadinya, kapan awal mula terjadinya, dan seterusnya dapat kita ketahui dari sejarah. Sejarah juga berperan penting dalam menyelesaikan suatu persoalan yang ada saat ini, karena sejarah tidak pernah berbohong apalagi salah. Jika seandainya sejarah itu salah, mungkin karena dipengaruhi pihak-pihak yang menginginkan sejarah itu berubah, atau salah dalam meneliti sejarah, atau karena sejarah itu hasil dari karya pihak-pihak yang sengaja menginginkan sejarah itu dapat terjadi sehingga mendukung dalam urusannya dan kepentingannya. Yang terpenting yang harus kita ketahui yaitu sejarah itu lahir apa adanya sebagai suratan  takdir Sang Maha Kuasa.
Setelah kita megetahui peranan sejarah. Kita sebagai kaum generasi muda yang sadar hukum hendaknya senang dan bersemangat dalam mempelajari sejarah. Karena dengan kita belajar sejarah maka kita dapat merujuk suatu masalah kepada sejarah sebagai sumber penyelesaian masalah hukum. Selain itu sejarah sangat menantang untuk dibahas karena memiliki banyak jenis dan macamnya. Mulai dari sejarah terbentukya bumi, sejarah perkembangan manusia, sejarah peperangan yang dahulu pernah terjadi, atau sejarah kejadian-kejadian penting dalam kehidupan bermasyarakat. Namun yang akan saya bahas pada makalah review saya ini bukan itu semua, tetapi sejarah yang akan saya bahas adalah sejarah peradaban Islam pada masa Nabi.
Sejarah yang akan saya bahas pada review ini sangatlah unik. Karena saya akan mencoba relevansikan sejarah dengan persoalan yang ada pada zaman era modernisasi atau yang sering disebut zaman kekinian. Namun bukan berati semua sejarah peradaban Islam akan saya bahas pada review ini. Melainkan akan saya khusus kan, karena sejarah peradaban Islam sangat lah luas untuk dibahas.
 Sejarah peradaban Islam yang akan saya bahas adalah tentang tradisi lokal bangsa Arab  pra-Islam yang dihapus oleh syariat Islam. Alasan dihapusnya tradisi ini karena  untuk  menjaga kemaslahatan umat  ke arah hidup yang lebih baik.  Karena inilah tujuan dari hakekat syariat Islam sejak awal diturunkan, yaitu untuk mencari jalan keluar yang lebih baik dalam rangka mempertahankan kebaikan manusia dalam kehidupannya.[1]Ada banyak contoh dari Tradisi bangsa Arab yang dihapus oleh syariat Islam, misalnya seperti tradisi menikah dengan ibu tiri, tradisi menikahi wanita pekerja seks komersial, wali yang mengambil mahar dari pernikahan anak perempuannya, dan tradisi nikah mut’ah.[2] Namun pada tugas review saya, saya akan mengambil satu contoh tradisi bangsa Arab saja, tradisi yang menurut saya sangat menarik untuk dibahas. Karena tradisi ini menurut sumber berita masih ada keberlangsungannya hingga di zaman modern saat ini dan masih menjadi perdebatan yang sengit bagi golongan yang memperdebatkannya. Tardisi itu adalah tradisi nikah mut’ah. Sebagai awalan untuk  memperjelas pengertian nikah mut’ah merupakan pernikahan sementara yang disepakati antara dua belah pihak.[3] Yang harus di perhatikan pada pengertian tersebut adalah  pada kata “pernikahan sementara”. Dari kata tersebut saja, bukankah pasti sudah mengundang pertanyaan dibenak para pembaca yang sebelumnya memang belum pernah mengenal tentang tardisi nikah mut’ah ini?
Mengapa saya mengambil judul tradisi nikah mut’ah pada tugas review saya? Karena menurut saya, tradisi ini masih  menjadi salah satu berita yang cukup menarik perhatian saya, sebab tradisi ini masih menjadi perdebatan dikalangan kaum Syiah Imamiyah (pro) dan kaum yang kontra terhadap nikah mut’ah hingga saat ini. Sehinga membuat hasrat saya yang haus akan ilmu pengetahuan ini terpanggil untuk menggali masalah tradisi nikah mut’ah lebih dalam lagi. Namun yang dititik beratkan oleh saya bukanlah mengapa mereka berdebat, melainkan apakah yang sedang mereka perdebatkan.
Apa langkah pertama yang harus dilakukan? Langkah yang pertama yaitu, saya akan mencari tahu tradisi nikah mut’ah ini dari sejarah awal kemunculannya.
Apa tindakan selanjutnya jika sudah mengetahui tradisi nikah mut’ah dari sejarahnya?  Tentunya saya akan mencari bukti praktik-praktik nikah mut’ah di zaman modern saat ini melalui media-media yang memiliki peran terhadap sumber informasi teraktual dan terfaktual.
Kemudian setelah didapatkan bukti jika praktik nikah mut’ah ini masih ada atau tidak ada, apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan? Yang akan saya lakukan adalah mengidentifikasi praktik tersebut jika seandainya praktik tersebut masih ada.
Dengan cara apa melakukan pengidentifikasian praktik tersebut? Dengan cara mengetahui dampak dari praktik nikah mut’ah ini di zaman modern saat ini. Apakah dominan berdampak positif atau kah negatif.
Setelah didapati dampaknya, inilah finalnya, akan diketahui dan bisa dipahahami akan merugikan atau menguntungkan apabila tradisi ini masih diterapkan di zaman modern saat ini? jawabannya ada pada pembahasan berikutnya.
    
B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah perkembangan tradisi nikah muta’ah pada masyarakat modern saat ini?
2.    Apakah dampak dari tradisi nikah mut’ah terhadap kehidupan sosial masyarakat modern?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Nikah Mut’ah
Jika kita tengok lagi kebelakang sejarah nikah mut’ah pada masa Rasulullah SAW, ketika itu masyarakat jahiliyah terutama kaum pria tidak pernah memberikan kepada wanita hak-haknya sebagaimana mestinya, karena wanita ketika itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya saja. Bukankah dapat kita ketahui betapa ajaran Islam menginginkan agar para wanita dapat diberikan hak-hak sebagaimana mestinya.
Pada masa Rasulullah SAW tradisi nikah mut’ah pernah mengkristal sebagai isu sentral dan banyak dilakoni oleh para sahabat.  Nikah mut’ah ini dahulunya berasal dari tradisi bangsa Arab atau kebiasaan kabilah-kabilah Arab ketika mereka sedang jauh dari istri-istri mereka karena peperangan.[4] Sebab lain karena mayoritas tentara Islam pada masa itu adalah golongan pemuda, yakni pria lajang yang tak sempat mengikat dirinya dengan ikatan benang kasih di bawah atap pernikahan.[5]
Alasan mengapa bangsa Arab dahulu memiliki tradisi nikah mut’ah ini adalah karena kebiasaan atau perilaku orang Arab yang selalu ingin memenuhi keinginan-keinginan yang menyenangkan, dalam berbagai waktu dan keadaan, baik ketika berada di kampung halaman atau dalam masa musafir, ketika di rumah atau atau di luar rumah, saat sendirian maupun di tengah orang ramai.[6] Selain itu, tentara Islam hanyalah manusia biasa, bersama gelora darah jihadnya di padang pasir untuk menancapkan syiar Islam, gelora birahi mereka sebagai gejala fitrah insani juga ikut menggejolak menuntut untuk segera dipenuhi. Mereka hendak mencoba memasung goncangan syahwat itu dengan melakukan puasa. Tetapi karena mereka harus melakukan kontak senjata dengan tentara musuh, maka puasa bukanlah solusi efektif untuk meredam hasrat jiwa yang menyiksa, karena fisik mereka menjadi lemah. Kondisi ini yang kemudian mengantar ide diisyaatkannya nikah mut’ah atau mahsyur disebut “kawin kontrak”.[7]
Rasulullah Saw. Mengisyaratkan nikah mut’ah karena memiliki pandangan lebih jauh, pemikiran yang luas, berpendapat bahwa tradisi kebiasaan nikah mutah seperti itu belum bisa dihilangkan oleh para sahabat, karena jika diharamkan seketika maka akan menimbulkan kegoncangan, hidup yang susah, hati yang sempit, dan ketidak tenangan. Bahkan lebih jauh lagi, larangan nikah mutah dapat menyebabkan hilang semangat dalam berjuang, hilang konsentrasi dan lari dari medan perang. Jadi sikap melarang dalam konteks waktu itu tidak mecerminkan pandangan yang cerdas, sikap yang dewasa, dan pemahaman yang komprehensif. Pertimbangan lainnya juga tentu ada, yaitu daripada membuat keputusan melarang nikah mut’ah yang dapat menimbulkan kegoncangan dan ketidakstabilan, maka kebijakan membolehkannya adalah lebih tepat, karena kepentingan menjaga keberadaan dan kekuatan Dinasty Quraisy (Pemerintahan Madinah) harus lebih didahulukan dan lebih disukai, demikian pula perkembangan agama baru juga mesti dipelihara dan ditingkatkan. Oleh karena itulah Nabi Saw. membolehkan para sahabat yang melakukan nikah mut’ah dan membiarkan mereka meneruskan tradisi demikian.[8]
Memang nikah mut’ah pada awal Islam hukumnya mubah atau dibolehkan. Dalam hadis pun dijelaskan bahwa Nabi pernah mengizinkannya pada suatu peperangan dan sahabat dalam  kondisi berat membujang (meninggalkan istri berbulan-bulan), namun kemudian diterapkan secara pasti bahwa beliau melarang pernikahan mut’ah dan me-nasakh (menghapus) kebolehannya. Larangan kemudian ini melalui periwayatan yang mencapai tingkat mutawatir. Beliau melarang nikah mut’ah ini terjadi sampai enam kali dalam enam peristiwa untuk memperkuat penghapusan tersebut.[9] Tepatnya ketika melakuakan pembebasan kota Mekah pada tahun 8 Hijriyah atau 630 Masehi.[10] Nikah ini pun menjadi haram hingga hari kiamat. Demikianlah yang menjadi pegangan jumhur (mayoritas) sahabat, tabi’in dan para ulama madzhab. Dari Sabroh Al Juhaniy radihiyallahu,[11] ia berkata:

 Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fathul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliau pun telah  melarang kami dari bentuk nikah tersebut.[12]

Selain Jumhur, mayoritas umat dari kalangan fuqaha’ berpendapat batal dan tidak sahnya nikah mut’ah. Tidak ada yang berbeda pendapat tersebut kecuali Syiah Imamiyah yang masih memperbolehkannya. Kaum Syiah Imamiyah memperbolehkan nikah mut’ah dengan beberapa dalil, tetapi saya hanya menyebutkan satu saja yaitu:

maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).[13]


Kaum Syiah Imaamiyah mempercayai bahwa dalil tersebut yang termasuk salah satu firman Allah Swt. adalah diturunkan berkenaan dengan nikah mut’ah.  Jadi ia mengartikan ayat di atas sebagai berikut, “maka barang siapa yang melakukan akad mut’ah dengan mereka (perempuan-perempuan baik) maka berikanlah mahar untuknya.[14]
Entah bagaimana bisa kaum Syiah Imamiyah memandang firman Allah tersebut dengan tafsiran mereka sendiri. Padahal jelas-jelas manusia yang telah di percayai oleh Allah Swt. yaitu Nabi Muhammad Saw. telah melarang tradisi tersebut dengan alasan mengkontekstualitaskan firman-firman Allah atau dengan menyesuaikannya dengan kebudayaan yang berkembang di Arab padamasa itu. Karena inilah tujuan dari hakekat syariat Islam sejak awal diturunkan, yaitu untuk mencari jalan keluar yang lebih baik dalam rangka mempertahankan kebaikan manusia dalam kehidupannya.[15]
Perdebatan antara kaum Syiah Imamiyah dan kaum yang kontra terhadap tradisi nikah mut’ah masih berlangsung hingga sekarang, dan entah sampai kapan perdebatan ini berakhir dan muncul titik terang dari jawaban kebenaran tentang tradisi nikah mut’ah ini. Namun yang pasti perdebatan ini dimulai pada masa kekhalifahan Ali bin Abu Thalib. Dan yang telah menjadi kesepakatan sejarah untuk melarang praktik nikah mut’ah ini adalah pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab.[16]

B.       Praktik Nikah Mut’ah di Zaman Modern
Manusia di zaman modern saat ini tak jarang yang hanya mengandalkan kerasionalitasan sebagai acuan atau pedoman. Senang berlogika namun seolah buta terhadap sumber dan sejarah yang pernah ada. Dampaknya manusia banyak yang terjebak di dalam suatu persoalan yang pernah sempat terjadi di masa lalu. Namun persoalan tersebut tetap di pertahankan dengan alasan kerasionalitasan. Padahal yang sebenarnya adalah karena tak tau atau tak mau tau akan persolan yang pernah terjadi di masa lalu tersebut. Ada juga manusia yang hanya melihat hukum dari satu sisi, tanpa melihat sisi lain. Padahal di balik sisi lain ada hukum yang sudah di benarkan dan diakui kebenarannya. Dampaknya manusia tersebut terjebak pula pada persoalan hukum yang berkaitan dengan hukum yang lainnya. Akibatnya persoalan tersebut tetap dilakukan, mengingat karena tidak tau atau tak mau tau akan sisi hukum yang lain yang ternyata sudah dibenarkan. Itulah yang dimaksud dari “senang berlogika namun seolah buta pada sumber dan sejarah.”
Di masyarakat saat ini masih ada sebagian kecil yang menganggap nikah mut’ah sebagai hal yang biasa dan dilegalkan, karena mengingat sejarah pernah membolehkan melakukan nikah mut’ah pada masa itu. Pola pikir manusia ini menganggap bahwa selama masih ada kata menikah, maka itu termasuk hal yang tak dilarang oleh agama. Padahal titik permasalahannya bukan pada kata menikahnya, melainkan pada perbuatannya yang bisa menurunkan derajat kaum wanita. Selain itu ada pula muncul pemikiran bahwa jika seseorang ingin melampiaskan hasrat biologisnya daripada berbuat zina dengan wanita pilihanya yang sudah jelas di larang oleh agama, lebih baik menikahinya saja. Inilah yang dimaksud kan penulis pada paragraf sebelumnya.
Seiring berkembangnya zaman, nama nikah mut’ah menjadi samar-samar dikalangan masyarakat. Tetapi bukan berarti tradisi ini hilang begitu saja. Tradisi ini justru muncul dengan julukan baru yaitu kawin kontrak. Disini penulis akan menunjukan beberapa praktik nikah mut’ah yang terjadi pada zaman modern saat ini khususnya di Indonesia, antara lain:
1.    Musim Arab, di daerah kawasan Puncak, Cisarua, Bogor.
Beberapa tahun belakangan pada bulan Mei kawasan Puncak, Cisarua Bogor, banyak didatangi oleh wisatawan mancanegara yang berasal dari Timur Tengah. Kedatangan mereka kesana bukan untuk berwisata, melainkan untuk memenuhi hasrat biologisnya mereka. Karena di daerah ini pada bulan mei khususnya, penduduk setempat menyediakan tempat prostitusi terselubung “kawin kontrak” untuk wisatawan Timur Tengah tersebut. Tak jarang ada yang membawa pasangan kawin kontraknya ke negara asalnya yaitu Jazirah Arab. Di sana pasangan mereka tetap di manja layaknya istri sah mereka. Kemudian setelah beberapa bulan pasangan mereka dikembalikan ke negara asalnya Indonesia. Setelah itu mereka hilang kontak begitu saja tanpa ada kata-kata yang menerangkan akan perceraian atau semacamnya.[17]

2.    Kawin kontrak khas Jepara, di daerah Jepara, Jawa Tengah
Di daerah jepara ini penerapan atau sistem kawin kontrakanya sangatlah khas, yaitu berbeda dengan yang lain. Karena berbeda dengan yang ada kawasan Puncak, Cisarua, Bogor pula. Jika di kawasan Puncak pelaku kawin kontrak berasal dari Timur Tengah. Tetapi di Jepara pelakunya berasal dari Eropa atau disana akrab disebut dengan “londo”. Kemudian ada prosesi perkenalan antara calon mempelai pria dengan keluarga wanita lokal. Ada juga sistem meng-Islam-kan pelaku kawin kontrak yang berasal dari Eropa yang memang bukan dari agama Islam sebelumnya. Tetapi kawin kontrak di daerah Jepara ini tidak lah sebentar waktunya. Waktunya lumayan lama mulai dari 2 tahun hingga 10 tahun. Semua sistem yang digunakan di daerah ini layaknya nikah sirri (yang tidak dicatat di KUA), namun hal itu bukanlah sebuah perkawinan yang dibenarkan dalam Islam karena tujuan kawin kontrak ini berbeda dengan tujuan perkawinan yang di maksud dalam Islam.[18]

3.    Kawin kontrak di daerah Indramayu, Jawa Barat
Korban kawin kontrak di daerah ini adalah korban yang tidak sewajarnya dan bisa dikatakan belum pantas untuk melakukan kegiatan prostitusi terselubung ini. Karena korbannya adalah perempuan berusia di bawah umur 17 tahun atau bisa dikategorikan masih remaja. Kegiatan prostitusi terselubung ini di latarbelakangi dengan dalih keinginan untuk membantu  perekonomi keluarga dan ditambah karena maraknya kawin kontrak di lingkungan sekitar, sehingga mengharuskan si korban untuk berbuat demikian. Fakta selanjutnya ternyata korban dari kawin kontrak di daerah ini hampir rata pernah melakukan praktik tersebut hingga lebih dari satu kali jumlahnya, dan dimulai sejak ketika korban masih berada di bangku Sekolah Menegah Pertama.[19]

C.    Dampak Nikah Mut’ah
Setelah diatas dibahas tentang beberapa praktik-prakik nikah mut’ah di zaman modern saat ini, apa yang ada dipikiran pembaca?  merasa miris bukan? Ternyata ada di suatu daerah yang korbanya hampir rata masih remaja. Coba  bayangkan bagaimana nasib mereka dimasa depan?
 Maka dari itu langkah selanjutnya saya akan membahas tentang dampak negatif dan positifnya nikah mut’ah. Tetapi setelah saya pertimbangkan dampak nikah mut’ah tidak ada positifnya. Jadi, saya hanya menuliskan dampak negatifnya saja, antara lain:
1.      Banyak didapati kasusnya adalah beredar penyakit kelamin semacam spilis, raja singa dan sejenisnya di kalangan mereka yang menghalalkannya.
2.      Merusak garis nasib manusia. Manusia dalam nikah mut’ah suami tidak menceraikan istri sebelum masa kontrak selesai, namun ia (laki-laki) bisa menghadiahkan waktu mut’ahnya kepada laki-laki lain tanpa persetujuan istri.
3.      Berpeluang di salah gunakan dan hanya sebagai pelampiasan hawa nafsu seksual belaka.
4.      Merendahkan harkat perempuan karena perempuan dipandang sebagai obyek seksual kaum pria belaka.[20]
5.      Merusak generasi masa depan bangsa ini, apabila korbanya masih remaja.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Tidak bisa kita pungkiri bahwa praktik nikah mutah pada zaman modern saat ini ternyata masih ada, bahkan dengan gaya barunya tradisi ini berkembang begitu pesat dibalik kebenaran-kebenaran yang telah berkembang pula.  Memang tradisi nikah mut’ah namanya jarang kita dengar di zaman sekarang  seperti hilang begitu saja. Tetapi bukan berarti tradisi ini hilang begitu saja seperti namanya, justru tradisi ini berkembang dengan nama yang berbeda, yaitu “kawin kontrak”. Contohnya seperti di darah Kawasan Puncak Cisarua Bogor, Jepara dan Indramayu.
Dampak yang akan ditimbulkan apabila tradisi ini semakin berkembang karena kekeliruan masyarakat yang menganggap tradisi ini benar, adalah akan timbul kehancuran umat, yang disebabkan munculnya penyakit-penyakit kelamin seperti raja singa, spilis, HIV, dll. Selain itu, kedudukan wanita akan kembali ke zaman dimana derajatnya wanita lebih rendah dari pria. Ini berarti sama saja dunia akan kembali ke zaman jahiliyah, dalam arti sama saja peradaban dunia mengalami kemunduran. Karena kesalahan akhlak manusia di zaman sekarang yang salah dalam mengartikan syariat Islam karena memandang Al-quran dengan cara tekstualitas.






DAFTAR PUSTAKA

Yusuf as-Subki, Ali. 2012.  Fiqh keluarga. Jakarta: Amzah.

Mahmudah, Siti.  2016. Historisitas Syariah. Yogyakarta: Lkis.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. 2011. Fiqh Munakahat. Jakarta: Amzah.






http://quran-hadis.com/tafsir-syiah/, diakses pada tanggal 1 Januari 2017.

Berita televisi, acara Modus, saluran I News TV, disiarkan pada tanggal 22 Desember 2016. Pukul  22:10 WIB.



[1] Siti Mahmudah, Historisitas Syariah (Yogyakarta: Lkis, 2016), hlm.139.
[2] Ibid, hlm.140-144.
[3] Ali Yusuf as-Subki, Fiqh keluarga (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 134.
[4] Ibid.
[6] Siti Mahmudah, Op. Cit, hlm. 144.
[8] Khalil, al-Nas al-Mu’assas..., cet. Ke-2, II:84. Dalam buku Siti Mahmudah, Historisitas Syariah, hlm. 146
[9] Muhammad Abi Zahrah, Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Qism Az-Zawaj. Dalam buku Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 81.
[11] Ibid.
[12] HR. Muslim no. 1406.
[13] Q.S. An-Nisa [4]: 24.
[14] http://quran-hadis.com/tafsir-syiah/, diakses pada tanggal 1 Januari 2017.
[15] Siti Mahmudah, loc. Cit.
[19] Berita televisi, acara Modus, saluran I News TV, disiarkan pada tanggal 22 Desember 2016. Pukul  22:10 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Ulumul Hadis tentang BIOGRAFI ULAMA HADIS

BIOGRAFI ULAMA HADIS BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Untuk mempelajari Mata Kuliah Ulumul Hadis, kiranya akan lebih j...